Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil.
(Penulis Lepas Yogyakarta)
INDOSIBER.ID – Sela jadwal perkuliahan, antara satu dengan jam kuliah lain, agar tidak terbuang sia-sia diisi dengan ibadah. Meski belajar, dalam hal ini kuliah adalah termasuk ibadah juga, ada jenis ibadah lain selain kewajiban menuntut ilmu agar kesibukan tidak melulu berbau keduniaan ialah dengan I’tikaf.
Sebuah fenomena, seperti angin segar, kian kemari kian membawa kesejukan dan kenyamanan yaitu di kalangan civitas akademik khususnya Jogja, di sepanjang waktu dapat disaksikan terpusat (central) di masjid. Tidak hanya pengurus masjid (“marboth”), sebagian besar dari kalangan mahasiswa, bahkan karyawan (pegawai kampus dan dosen) dan umum senantiasa terlihat di sekitar masjid.
Tidak hanya waktu (menjelang) salat fardu, semisal Zhuhur saja terlihat ramai, beberapa di antaranya melakukan kegiatan membaca al-Qur’an, dan berbagai ibadah lain penuh kekhusyu’an sejak “waktu-waktu panjang” seperti dhuha. Tidak hanya pada bulan Ramadhan, agenda I’tikaf yang dapat diisi dengan berbagai kegiatan khas keilmuwan seperti membaca, belajar, dan diskusi sepanjang waktu tahun ajaran.
Jogja selain masih senantiasa menjadi primadona bagi sebagian pencari/penuntut ilmu dengan berbagai disiplin, pariwisata yang kental dengan kebudayaan, serta pengalaman keagamaan, bisa ditemukan di sana. Fenomena I’tikaf, penulis temukan khususnya di dua kampus utama Jogja UGM dan UIN Sunan Kalijaga.
Dua kampus ini bukan tidak terdapat tokoh agama atau tokoh nasional yang bergerak di berbagai bidang, dua kampus ini berhasil mencetak berbagai jebolan yang berkiprah di lingkup nasional. Peran besar para alumni/lulusan pada berbagai sektor tidak lepas dari penciptaan suasana kondusif dan lingkungan belajar dan kurikulum yang baik dalam proses menimba ilmu di sana.
Tenaga pengajar di dua kampus tersebut juga melalui seleksi yang tidak main-main. Rekrutmen calon pemangku amanat sebagai pendidik di kota yang terkenal sebagai kota pelajar seantero nusantara tidak hanya melalui pembinaan dalam karir sebagai dosen, namun sebagai bibit yang tidak jarang melalui berbagai seleksi internal yang cukup ketat.
Mengisi kegiatan perkuliahan tidak semata dengan kegiatan-kegiatan luar dangan berbagai aktivitas berat dan butuh jangkauan (jarak, waktu, tenaga, uang, dan lain sebagainya), namun dengan kegiatan penuh keutamaan, keberkahan dan sangat bermanfaat. Hal ini bisa menjadi, jika bukan percontohan dapat dijadikan cerminan suatu kegiatan, tanpa harus terprogram birokrasi sedemikian ada, namun penciptaan kondisi dengan sikap keterbukaan di antara langkah yang dapat ditempuh.
UIN Sunan Kalijaga dan Universitas Gadjah Mada, bahkan Jogja secara umum bukan merupakan semata percontohan, artinya bisa jadi di berbagai tempat lain terdapat lingkungan dengan suasana atau atmosfir yang sama. Namun alasan berbagi pengalaman serta wawasan pengetahuan menjadi alasan penulis mengharap ada kebaikan darinya.